Entri Populer

Selasa, 29 November 2011

Politik Internasional

Pendahuluan
            Setiap negara di muka bumi ini tidak dapat dilepaskan dari yang namanya kerjasama. Kerjasama dijalin dengan bangsa lainnya dalam upaya untuk mencapai kepentingan nasional dari bangsa tersebut. Kepentingan nasional suatu  negara merupakan kunci politik luar negeri. Setiap negara dalam forum internasional akan selalu memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya. Dalam rangka mengurangi pengangguran dan peningkatan devisa, negara kita telah melakukan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam hal pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri merupakan salah satu contoh dari kerjasama luar negeri. Negara-negara yang menjadi tujuan para TKI dan TKW ini antara lain adalah; Arab Saudi, Malaysia, Jepang, Hongkong, Korea, Filipina, dan lain-lain. Banyak negara yang menginginkan tenaga kerja dari Indonesia dikarenakan upah yang murah dan mudah untuk dibina. Sedangkan alasan dari warga Indonesia memilih untuk menjadi TKI dan TKW karena sulitnya mencari pekerjaan didalam negeri dan besarnya upah yang dapat mereka peroleh jika dibandingkan dengan upah yang mereka peroleh didalam negeri. Indonesia merupakan salah satu dari negara yang sedang berkembang yang secara terus-menerus memajukan pembangunannya di berbagai sektor, seperti sektor ekonomi, pendidikan, pertahanan dan keamanan serta sektor yang lainnya. Secara tidak langsung, hubungan politik luar negeri Indonesia dengan dunia internasional juga ikut mempengaruhi keadaan pembangunan di Indonesia. 
            Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbesar di Asia Tenggara, yang dulu pernah ”hilang” karena ketegangan masa Perang Dingin, kini menggenggam erat tangannya dan mengikat beragam kerja sama berskala miliar dolar.Cakupan kerjasamanya pun luar biasa, mulai dari perdagangan, pembangunan infrastruktur, real estate, suplai hasil bumi, sampai sewa lahan untuk kelapa sawit, dan produk pertanian lain. Tak heran, kedekatan ini dibingkai dalam kerangka kerja sama luar negeri yang strategis dan komprehensif.

Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas Aktif
            Politik luar negeri Republik Indonesia merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hubungannya dengan dunia internasional. Kebijakan-kebijakan tersebut diambil sebagai upaya untuk mewujudkan mencapaian tujuan nasional. Melalui politik luar negeri, pemerintah diharapkan dapat memproyeksikan kepentingan nasional ke dalam masyarakat. Adapun tujuan politik luar negeri Republik Indonesia adalah untuk mewujudkan tujuan dan kepentingan nasional. Tujuan tersebut dimaksud untuk memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
            Indonesia menganut prinsip politik luar negerinya adalah bebas aktif. Bebas berarti “Bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah Internasional dan terlepas dari kekuatan raksasa dunia”. Aktif  berarti “Ikut memberikan sumbangan baik dalam bentuk pemikiran maupun menyelesaikan bebagai konflik dan permasalahan dunia”. Aktif menunjukkan adanya kewajiban pemerintah menunaikan instruksi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Dasar pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain:
  1. Menjalankan politik damai
  2. Sahabat dengan segala bangsa
  3. Saling menghormati dan tidak mencampuri urusan dalam negara lain
  4. Terus berusaha ikut mewujudkan keadilan sosial Internasional dengan berpedoman pada Piagam PBB

Program Peningkatan Kerjasama Internasional
            Pada tahun 2011 ini genap 20 tahun kerja sama Indonesia-China setelah normalisasi hubungan pada 1991. Dan pada tahun ini juga genap satu tahun ada pembingkaian kerja sama dengan Amerika Serikat, hubungan antara Indonesia dengan Amerika belum pernah putus sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Komitmen hubungan ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sewaktu Presiden Amerika Barack Obama berkunjung ke Indonesia.
            Program peningkatan kerjasama internasional ini bertujuan memanfaatkan secara lebih optimal berbagai potensi positif yang ada pada forum-forum kerjasama internasional terutama melalui kerjasama ASEAN, APEC, kerjasama multilateral lainnya, dan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia.
            Sebagai Ketua ASEAN 2011, Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam proses kemajuan dalam pencapaian Komunitas ASEAN 2015 dan pengguliran visi ASEAN pasca 2015 yang selaras dengan tema “ASEAN Community in a global community of nations“. Untuk itu terdapat 3 prioritas Keketuaan Indonesia, yaitu:
1.      Memajukan pencapaian komunitas ASEAN.
2.      Memelihara tatanan dan situasi di kawasan yang kondusif bagi upaya pencapaian pembangunan.
3.      Menggulirkan pembahasan perlunya visi ASEAN pasca 2015 yang bertumpu pada peran masyarakat ASEAN dalam masyarakat dunia.
            Masih dalam konteks kerjasama regional, Indonesia kembali memperlihatkan perannya melalui kontribusi nyata dan proaktif dalam pembahasan pembentukan tatanan kawasan (regional architecture building) dengan ASEAN sebagai penggerak utama (ASEAN as a driving force) dan dilakukannya penambahan keanggotaan East Asia Summit dengan diterimanya Rusia dan Amerika Serikat secara bersamaan. Sedangkan dalam konteks kerjasama global, pelaksanaan diplomasi Indonesia dilaksanakan untuk memastikan pembangunan global dan mendorong terjalinnya kemitraan strategis dan situasi yang kondusif dalam mencapai pembangunan dan kesejahteraan untuk semua.            

Analisis
            Mekanisme politik luar negeri akan dikerahkan bagi pencapaian tujuan dimaksud. Perhatian khusus juga akan diberikan kepada diplomasi perbatasan guna mencapai kemajuan dalam penuntasan isu-isu yang masih ada terkait dengan penentuan demarkasi dan garis perbatasan dengan negara-negara tetangga melalui perundingan atau negosiasi.         Salah satu dari isu tersebut  adalah mengenai perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri, khususnya Tenaga Kerja Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia akan berupaya memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja, bahwa setiap tenaga kerja Indonesia sebenarnya telah memberikan kontribusi yang nyata bagi negara dimana dia bekerja, disamping itu pada saat yang sama juga menjadi sumber devisa.
            Yang menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri Indonesia dan bahkan setiap diplomasi Indonesia akan terus dipandu dengan prinsip keberpihakan dan perlindungan Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Pembangunan kapasitas kelembagaan akan menjadi kunci utama, demikian juga pertukaran informasi dan intelijen. Namun demikian tidaklah cukup apabila upaya-upaya kita terbatas pada hal ini semata, politik luar negeri Indonesia di tahun 2011 akan terus berupaya mengatasi apa yang disebut sebagai akar permasalahan atau kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya terorisme. Interfaith dialogue melalui kerjasama bilateral, regional dan antar kawasan, akan menjadi garis depan diplomasi kita. Keseluruhan spectrum soft power akan menempati perhatian utama kebijakan luar negeri kita.Dari sinilah ditekankan Indonesia memiliki politik lingkungan yang tidak hanya bersifat nasional tetapi juga internasional.

Sumber:
1.      http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=48978
2.      http://missions.itu.int/~indonesi/news/cp01122menlu.htm
3.      www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=7124
4.      www.legalitas.org/?…globalisasi-ekonomi…ekonomi-internasional…ekonomi-files.ictpamekasan.net/bse/BS-e%20SD/143…/06.%20Bab%204.pdf

Jumat, 18 November 2011

“Pengaruh Perubahan Budaya Pada Kebijakan Ekonomi/Investasi”

I.    Pendahuluan
    Setiap negara didunia ini memiliki budaya yang membedakan negara yang satu dengan negara yang lain. Budaya merupakan identitas suatu negara, misalnya negara Jepang identik dengan budaya kerja keras, malaysia dengan budaya melayu dan masih banyak lagi. Begitu juga dengan negara Indonesia memiliki budaya yang membedakan Indonesia berbeda dengan negara lain, hanya saja indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak budaya. Saat ini Indonesia memiliki kelompok etnik 300 dan suku bangsa yang tersebar di setiap propinsi. Pembagian kelompok suku di Indonesia tidaklah mutlak dan tidak jelas karena adanya perpindahan penduduk, percampuran budaya, dan saling mempengaruhi, misalnya ada pihak yang berpendapat bahwa orang Banten dan Cirebon adalah suku tersendiri dengan dialek yang khusus pula, dan ada pihak lain berpendapat bahwa mereka hanyalah sub-etnik dari suku jawa yang secara keseluruhan. Dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia suku jawa merupakan kelompok suku yang terbesar dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi yang ada. Sedangkan suku-suku terpencil banyak dijumpai di pulau Kalimantan dan Papua yang jumlah populasinya relatif sangat kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang.
    Dengan banyaknya kelompok suku dan etnik yang ada di Indonesia, maka muncul suatu pertanyaan yang agak sulit untuk dicari jawabannya. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan Indonesia?   Namun sebagai gambaran untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka defenisi kebudayaan yang merupakan kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: “Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.    Dengan pemahanan diatas mengenai budaya, maka bagaimana kaitan kebudayaan dengan kegiatan ekonomi atau kebijakan investasi. Diperlukan pemahaman secara mendalam tentang kebudayaan yang berlaku di Indonesia yang dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman tentang pedoman dalam penentuan kebijakan ekonomi (investasi) agar keduanya tidak berbenturan dan dapat saling berinteraksi secara positif sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan lancar dengan dukungan dari budaya. Budaya lokal sangat besar pengaruhnya dalam kelancaran suatu investasi baik itu investasi yang berasal dari luar maupun dari dalam. Jika suatu perusahaan tidak mampu memahami budaya lokal maka kecil kemungkinan perusahaan tersebut  akan mampu bertahan di suatu negara. Banyak investasi dari luar maupun dari dalam negeri yang mengalami kegagalan dalam berinvestasi di suatu negara karena ketidaktahuan atau ketidakmampuan dalam memahami dan mengadopsi budaya disekitarnya bahkan perusahaan tersebut sampai harus pindah kenegara lain dan berinvestasi disana. Misalnya, perusahaan sepatu NIKE yang harus memindahkan perusahaannya kenegara lain karena mereka menganggap bahwa budaya di Indonesia yang identik dengan negara yang penuh suap sehingga menyulitkan bagi mereka untuk terus berinvestasi.
    Dengan demikian maka saya tertarik untuk menulis makalah yang menghubungkan pengaruh budaya terhadap kebijakan ekonomi atau investasi pada mata kuliah General Business Environment dengan topik lingkungan budaya (Cultural Environment).

II.    BUDAYA
A.    Perubahan Budaya
    Bagaimana perubahan budaya di Indonesia yang disebabkan oleh investasi asing?
Kita perlu mencermati terlebih dahulu bagaimana budaya luar dapat mempengaruhi masyarakat kita. Pertama, melalui media komunikasi seperti TV dan Film. Hampir semua rumah tangga saat ini memiliki Televisi dan bahkan untuk masyarakat yang tinggal diperkotaan setiap rumah tangga memiliki lebih dari satu Televisi. Hal ini juga didukung dengan menjamurnya stasium televisi swasta di tingkat pusat dan daerah dimana program-program televisi yang ditawarkan sudah menjangkau hingga ke pelosok tanah air. Kedua, melalui penjualan dan franchising, seperti Carrefour, Hypermarket, Makro, dan lain-lain yang menjadi pesaing dari pasar-pasar tradisional. Penjualan dan franchising ini tidak hanya pada Hypermarket bahkan supermarket dan convinient stores, seperti Circle K, Seven Eleven dan lain-lain) juga turut menjamur di Indonesia dan menjadi pesaing utama dari toko-toko dan warung-warung kelontong atau sembako. Pengaruh positif dari masuknya investasi asing ke indonesia adalah adanya perubahan manajemen pada perusahaan-perusahaan lokal untuk dapat bersaing dengan bertahan dalam industrinya. Perusahaan lokal akhirnya menerapkan standarnisasi dan produktivitas seperti yang diberlakukan oleh perusahaan asing tersebut. Pengusaha lokal berusaha menjalankan konsep yang serupa (Indomart, ACI). Perubahan ini juga terjadi  pada sektor perhotelan dan restauran di Indonesia.
    Perubahan Multi-and cross-cultural managemen telah terjadi dan harus diterapkan sehingga  Business culture perlu dikembangkan di Indonesia. Kontak budaya tidak hanya terjadi di kantor atau pabrik, tetapi juga di dalam masyarakat yang lebih luas. Kumpul di kafe setelah jam kantor, bersantai di akhir pekan menjadi bagian dari kebiasaan baru. Bermain Golf menjadi kebiasaan yang bergengsi untuk kalangan atas dalam membina hubungan bisnis dengan para koleganya.
    Perubahan budaya di Indonesia juga terjadi pada sektor makanan dimana terjadi perubahan selera oleh sebagian  golongan masyarakat, misalnya ada yang lebih menyukai menyantap ayam goreng ala KFC (kentucky fried chicken) daripada ayam goreng lokal Mbok Berek. Yang lebih menonjol adanya perubahan selera terhadap makanan seperti Pizza, Hamburger, dan Mac Donald yang dulunya kita sangat asing dengan makanan-makanan seperti ini. Ketiga, Foreign Direct Investment (FDI) selain membawa knowledge, brand image, dan manajemen, mereka juga membawa modal, teknologi dan pasar (untuk yang berorientasi ekspor). Kebanyakan dari FDI ini mempunyai partner dari kelompok “ekonomi perusahaan” atau mereka yang dekat dengan pejabat tinggi. Perkembangan FDI di Indonesia pada dasarnya sejajar dengan masuknya FDI ke ASEAN, Asia dan Negara-negara APEC. Diperoleh gambaran bahwa walaupun kita telah melaksanakan liberalisasi ekonomi, FDI hanya merupakan 1% dari GDP. Maka timbul pertanyaan, apakah pengaruh FDI terhadap budaya di Indonesia? Pengaruh FDI terhadap pasar dalam negeri dan perilaku bisnis di Indonesia telah diuraikan sebelumnya. Khususnya bagi FDI dengan orientasi ekspor, pengaruhnya terhadap konsumen dalam negeri dan budaya yang sangat minimal. Manajemen yang mereka terapkan adalah manajemen dari perusahaan induknya. Perusahaan multinasional sudah biasa menerapkan manajemen lintas budaya (cross cultural management).
    Akan tetapi masih banyak perusahaan multinasional yang tetap mempertahankan Identitas Nasionalnya (national identity). Perusahaan yang demikian masih perlu mengubah sikapnya untuk bisa lebih membuka kepada para profesional dengan kebangsaan lain (lihat saja contohnya perusahaan Jerman dan Jepang). Keengganan mempekerjakan profesional berkebangsaan Indonesia masih terasa, multinasional tersebut cenderung memanfaatkan tenaga-tenaga dari Singapura, India atau yang lain, malah lebih senang memanfaatkan tenaga-tenaga berkebangsaan Amerika atau Eropa yang sudah lama tinggal di Indonesia atau Asia.
    FDI tidak hanya membawa knowledge, brand dan image juga membawa teknologi ke negara tujuan investasi. Akan tetapi muncul pertanyaan,  apakah transfer teknologi terjadi di Indonesia? Menurut Saya FDI merupakan bagian dari globalisasi yang perlu diartikan bahwa komponen-komponen FDI tersebut juga harus diglobalisasikan, termasuk teknologi yang dimilikinya. Hal terpenting yang perlu diartikan  dari Agreement dalam Uruguay Round yang termasuk dalam TRIMS (Trade Related Investment Measures). Karena itu, di setiap anak perusahaan di luar negeri harus diberikan kompetensi untuk mencapai interaksi yang dinamis antara Research and Development, Marketing dan Advanced Manufacturing serta mengembangkan keterkaitan dengan industri-industri di sekitarnya yang berada di negara tujuan investasi.
    Pada kasus FDI ini pelaksaaan penelitian dan pengembangan di subsidiariesnya luar negeri, yang berarti bahwa FDI di Indonesia tidak pernah menunjukkan pelaksanaan penelitian dan pengembangannya kalaupun ada itu hanya sedikit sekali. Maka dapat disimpulkan bahwa FDI belum dapat diterima sebagian dari budaya indonesia. Di lain pihak negara-negara industri baru terus berusaha mengembangkan industri dengan dukungan penuh dari lembaga penelitian dan pengembangnya sendiri, baik perusahaan milik negara maupun swasta.  Pengaruh FDI terhadap budaya di Indonesia lebih banyak ditentukan oleh hubungan antara manusia dan masyarakat, baik dalam kehidupan di perusahaan maupun di dalam masyarakat. Spillovers atau leakages yang lebih banyak mempengaruhi ekonomi lainnya. Selain itu adanya pemuda Indonesia yang belajar diluar negeri akan banyak pengaruhnya kepada budaya berusaha di Indonesia pada masa yang akan datang. 

B.    Globalisasi Kebudayaan
    Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran.
    Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ). Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.

C.    Ciri Berkembangnya Globalisasi Kebudayaan
    Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
    Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
    Berkembangnya turisme dan pariwisata.
    Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
    Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
    Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
    Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
    Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa
Dampak globalisasi bagi suatu negara, yaitu:
Dampak positif globalisasi antara lain:
    Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
    Mudah melakukan komunikasi
    Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
    Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
    Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
    Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif globalisasi antara lain:
    Informasi yang tidak tersaring
    Perilaku konsumtif
    Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
    Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
    Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara.

III.    EKONOMI ATAU INVESTASI   
A.    Perubahan Kebijakan Ekonomi atau Investasi
    Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang. Lembaga World Economic Forum membuat laporan yang menyenangkan menyangkut daya saing ekonomi indonesia. Lembaga ini mengatakan bahwa peringkat daya saing ekonomi Indonesia mengalami peningkatan dari posisi 54 (2009) menjadi 44 (2010) dari 139 negara. Berdasarkan hasil laporan tersebut, maka dapat dibayangkan adanya praktik dalam manajemen perekonomian Indonesia yang sudah mampan atau sekurang-kurangnya mengarah pada perbaikan yang substantif sehingga tidak lagi ditemukan masalah-masalah ekonomi klise yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat. Sampai saat ini masih ditemukan fakta yang mencemaskan ketika modernisasi dan perubahan ekonomi telah berjalan dengan begitu masif, mengapa permasalahan-permasalahan yang bersifat tradisional masih berlangsung di negara ini? Misalnya, distribusi pangan yang ruwet, penanganan tabung gas yang lamban, perizinan investasi yang lama, serta permasalahan pembebasan lahan rumit. Permasalahan-permasalahan ini merupakan contoh dari permasalahan primitif yang sampai sekarang tak kunjung ditemukan solusinya.

B.    Tiga Lapis Perubahan Ekonomi di Indonesia
    Lompatan perubahan ekonomi Indonesia pada lapis makro dimulai pada dekade 1980-an, tepatnya pada 1983 dan 1988, ketika sektor keuangan dideregulasi cukup dalam. Perkembangan sektor perbankan dan pasar modal menjadi penanda penting dari hasil deregulasi suatu negara, sehingga hidup mati kegiatan ekonomi dan perilaku rumah tangga tidak lepas dari perkembangan pada sektor keuangan tersebut.
    Deregulasi dan liberalisasi yang disusul pada sektor rill dan perdagangan ketika dikeluarkanya PP no.20/1994 tentang Pemilikan Sahan dalam Perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA yang memberi keleluasaan bagi pelaku ekonomi asing untuk merobos  sudut-sudut perekonomian nasional. Peraturan tersebut dirancang untuk menjawab kebutuhan investasi yang sangat besar (untuk memenuhi tujuan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja nasional) sementara modal dan pelaku ekonomi domestik dianggap tidak memilikin kemampuan yang memadai.
    Lapis kedua pada level meso, yaitu mendesain manajemen pembangunan ekonomi yang mulai mengarah pada desentralisasi, yang kemudian dikenal dengan istilah otonomi daerah. Pada masa lalu manajemen sentralisasi dipandang sebagai sumber macetnya optimalisasi pada pembangunan ekonomi, dimana potensi yang seharusnya dicapai jauh lebih besar dari yang sudah digenggam. Sedangkan pada desentralisasi ekonomi menganggap jawaban cerdas atas dua pertanyaan penting: (1). Mungkinkah sentralisasi mengurus sekian ribu keanekaragaman ekonomi/investasi yang dimiliki oleh Indonesia? Dan (2). Adakah model manajemen ekonomi yang dapat mengurangi distorsi antara aspirasi daerah dan perumusan kebijakan?
    Model ini diprediksikan memiliki resiko politik yang cukup besar diantaranya isu separatisme, namun tetap dipilih karena dipandang sebagai cara yang paling rasional untuk menangani ekonomi/politik Indonesia. Berdasarkan resiko tersebut, kebijakan desentralisasi telah dipilih sejak satu dekade lalu.
    Lapis terakhir, yaitu membuat level mikro perekonomian berjalan secara sehat, yang dirumuskan dalam UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebelum periode 1997/1998, perekonomian nasional dikenal sangat distortif karena penguasaan ekonomi dikepal oleh segelintir pelaku ekonomi. Struktur ekonomi yang bersifat sangat monopolis dan oligopolis merupakan pemandangan jamak pada hampir semua sektor perekonomian. Implikasi dari praktek ekonomi tersebut membuat daya saing ekonomi rendah, pengaksesan dari sebagian besar pelaku ekonomi tertutup, dan konsumen yang dirugikan. Oleh sebab itu, perubahan pada sistem persaingan ekonomi merupakan terapi yang ampuh untuk merancang ekonomi ke arah persaingan yang sehat sehingga semua pelaku ekonomi memiliki akses yang sama, konsumen merasa diuntungkan, dan daya saing diharapkan meningkat. 

C.    Perubahan Birokrasi dan Kelembagaan
    Muncul pertanyaan kemudian, mengapa liberalisasi keuangan dan perdagangan tidak membawa berkah kepada Indonesia? Kenapa desentralisasi ekonomi justru meningkatkan ketimpangan pembangunan ekonomi? Mengapa regulasi persaingan usaha tetap menempatkan sebagian besar para pelaku ekonomi dalam ketertutupan akses ekonomi? Jawabannya, pertama, lembaga birokrasi merupakan entitas yang tidak tersentuh dalam proyek perubahan ekonomi. Terdapat satu prinsip yang tidak dipahami oleh sebagian masyarakat bahwa reformasi kebijakan tidak lantas menghapuskan peran pemerintah dan lembaga birokrasi. Namun sebaliknya, dalam prose perubahan ekonomi/investasi lembaga birokrasi memegang peran yang penting untuk memuluskannya, baik pada saat sebagai prinsipal maupun sebagai agen. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa desentralisasi ekonomi dan persaingan usaha tidak banyak mengubah karakteristik ekonomi Indonesia dikarenakan semangat dari lembaga birokrasi masih tetap sama atau belum terdapat perubahan yang cukup berarti. Maka dampaknya, mesin perekonomian indonesia menjadi macet karena pelicin lembaga birokrasi tidak bekerja secara maksimal. Kedua, semua kebijakan hendaknya dilanjutkan dengan suatu tindakan nyata “aturan main/kelembagaan yang berperan sebagai tata kelola”.      
    Sejauh ini, sebagian besar kebijakan ekonomi tidak kreatif dan bahkan absen dalam penuyusunan aturan mainnya (permasalahan bukan hanya semata koordinasi). Kebijakan dalam pengendalian harga pangan, penanganan kasus penentuan alokasi sumber daya ekonomi dan masalah pembebasan lahan yang nyaris tidak mengalami kemajuan jika dibandingkan dengan masa lalu. Jika terdapat kebijakan baru, maka suatu regulasi akan terpotong di tengah jalan karena kedodoran dalam kelembagaannya
    Sampai saat ini unit analisis yang dipakai oleh pemerintah dalam menangani masalah
Hanya sebatas “institusi (kementerian)” bukan sebagai “kebijakan”. Contoh terbaru adalah rencana pemerintah untuk mengurangi konsumi minyak premium untuk kendaraan yang diproduksi tahun 2005 ke atas. Rencana ini mengalami pro dan kontra dikalangang masyarakat saat itu.  Jika suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak ditopang dengan kelembagaan maka akan menimbulkan masalah dalam menjalankannya. Ketiga, laporan terbaru dari World Economic Forum (2010), mengkonfirmasikan bahwa salah satu titik keseriusan untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonessia adalah dengan jaminan hak kepemilikan (property rights) yang akibatnya sangat rendah bagi penegakan hukum yang lemah. Tanpa adanya perlindungan hukum untuk kegiatan investasi, contohnya dalam hal praktek penjiplakan, pembajakan dan lain-lain, maka akan sangat sulit untuk mengharapkan investor mau melakukan penanaman modal secara berkelanjutan. Selama ini faktor penguatan sistem hukum (legal system) telah mengalami permasalahan sehingga mengganggu usaha-usaha perbaikan iklim investasi di Indonesia.

D.    Globalisasi Ekonomi atau Investasi
    Globalisasi ekonomi atau investasi merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi ekonomi atau investasi mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
    Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
    Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
    Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
    Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
    Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
    Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
D.1.    Kebaikan globalisasi ekonomi
    Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
    Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
    Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
    Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
    Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.

D.2.    Kelemahan globalisasi ekonomi
    Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
    Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit
    Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
    Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dalam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.

Kesimpulan
    Setiap negara didunia ini memiliki budaya yang membedakan negara yang satu dengan negara yang lain. Budaya merupakan identitas suatu negara, misalnya negara Jepang identik dengan budaya kerja keras, malaysia dengan budaya melayu dan masih banyak lagi.  Bagaimana perubahan budaya di Indonesia yang disebabkan oleh investasi asing? Pertama, melalui media komunikasi seperti TV dan Film. Kedua, melalui penjualan dan franchising, seperti Carrefour, Hypermarket, Makro, dan lain-lain yang menjadi pesaing dari pasar-pasar tradisional. Ketiga, Foreign Direct Investment (FDI) selain membawa knowledge, brand image, dan manajemen, mereka juga membawa modal, teknologi dan pasar (untuk yang berorientasi ekspor).
    Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Dampak globalisasi bagi suatu negara, yaitu: dampak positif globalisasi dan dampak negatif globalisasi
    Lompatan perubahan ekonomi Indonesia pada lapis pertama/makro, dimulai pada dekade 1980-an, tepatnya pada 1983 dan 1988, ketika sektor keuangan dideregulasi cukup dalam.    Lapis kedua pada level meso, yaitu mendesain manajemen pembangunan ekonomi yang mulai mengarah pada desentralisasi, yang kemudian dikenal dengan istilah otonomi daerah. Lapis terakhir, yaitu membuat level mikro perekonomian berjalan secara sehat, yang dirumuskan dalam UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebelum periode 1997/1998, perekonomian nasional dikenal sangat distortif karena penguasaan ekonomi dikepal oleh segelintir pelaku ekonomi.
    Globalisasi ekonomi atau investasi merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi ekonomi atau investasi mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
    Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Globalisasi produksi, Globalisasi pembiayaan, Globalisasi tenaga kerja, Globalisasi jaringan informasi dan Globalisasi Perdagangan.

Sumber:
1.    http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
2.    wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
3.    http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/11/dampak-globalisasi-dalam-perubahan-pembangunan-ekonomi-ke-pembangunan-sosial-pada-dunia-ketiga/
4.    Rahardi Ramelan, Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DI SUMATERA UTARA DAN PROSPEK PEMBANGUNAN KE DEPAN

I.    Pendahuluan
    Dewasa ini permasalahan mengenai lingkungan sedang mengalami masalah yang cukup kompleks dan dilematis. Keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan pada sektor ekonomi yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumberdaya alam banyak yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam perspektif lingkungan, keberhasilan pembangunan suatu daerah atau negara tidak hanya diukurdari besarnya pertumbuhan pada sektor ekonomi dan tercapainya pemerataan, akan tetapi harus dilihat jugan dari kelestarian lingkungan disekitarnya. Lingkungan sebagai tempat hidup akan terasa sesak dan tidak nyaman apabila sumber daya-sumber daya untuk pembangunan jumlahnya semakin menipis dan langka. Oleh karena itu, kerusakan lingkungan akan mengancam keberlanjutan dari pembangunan itu sendiri dan akan mengancam eksistensi manusia.
    Menurut Sudharto P. Hadi (1998) terdapat empat prisnsip untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang meliputi: pemenuhan kebutuhan dasar (fulfillment of human needs), pemeliharaan lingkungan (maintenance of ecological integrity), keadilan sosial (sosial equity) yang berupa keadilan untuk generasi yang akan datang, dan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri (self determination) yang meliputi pula unsur partisipatori demokrasi.
    Saat ini banyak kasus-kasus perusakan lingkungan yang telah digugat oleh masyarakat kepada pemerintah sumatera utara, antara lain; Illegal Logging yang dilakukan oleh PT.Toba Pulp Lestari. Paritisipasi aktif dari masyarakat terhadap lingkungan hidup diharapkan dapat tumbuh dan menangkap secara positif yang akan membantu untuk meringankan beban pemerintah daerah dalam memperbaiki perumusan kebijakan, memperluas alternatif perencanaan, pilihan investasi, dan keputusan manajemen
    Peran dari masyarakat diharapkan dapat membantu tugas pemerintah dalam perencanaan dan pengawasan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan maka diperlukan suatu kebijakan dan penetapan program-program pengelolaan lingkungan hidup yang melibatkan dan demi kesejahteraan masyarakat banyak. Karena keprihatinan penulis terhadap kondisi lingkungan yang ada di wilayah sumatera utara, maka saya mencoba untuk menulis artikel yang berjudul “Kondisi Lingkungan Hidup diSumatera Utara dan Prospek Pembangunan ke Depan”.

II.    Kondisi Lingkungan Hidup Di Sumatera Utara
    Kondisi lingkungan hidup di propinsi Sumatera Utara dewasa ini mulai menunjukkan kekhawatiran, hal ini terlihat dari suhu udara dan keberadaan sungai serta sumber air. Seiring dengan perkembangan yang mulai menunjukkan kekhawatiran sehingga perlu mendapatkan perhatian yang sangat serius dari seluruh elemen masyarakat di sumatera utara. Situasi ini menunjukkan produksi dan keberadaan karbondioksida yang merusak lingkungan yang sangat banyak dijumpai di Sumut. Fenomena ini menunjukkan bahwa keberadaan hutan sebagai penyerap karbondioksida yang sudah tidak seimbang dengan kegiatan-kegiatan yang menghasilkan karbondioksida tersebut. 
    Penilaian suatu BLH Sumut menyatakan bahwa kegiatan dalam upaya penyeimbangan hutan sudah saatnya dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kegiatan produksi yang menghasilkan karbondioksida.  Hutan mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlanjutan di bumi ini, baik segi ekologi maupun ekonomi.
Fungsi dari hutan adalah:
1.    Penyedia sumber daya kayu dan produk hutan lainnya
2.    Tempat rekreasi dan pengaturan bagi ekosistem tanah, udara dan air.
3.    Tempat tumbuh kembangnya keanekaragaman hayati
4.    Sebagai paru-paru dunia yang mengubah gas karbon mono oksida menjadi oksigen segar yang dapat dinikmati oleh manusia dan hewan serta tumbuhan lainnya.
    Provinsi Sumatera Utara mempunyai luas daratan 7.168.000 Ha, dengan luas hutan berdasarkan hasil padu serasi TGHK-RTRWP seluas 3.742.120,00 Ha (51,28%), dengan fungsi :
1.    Hutan Lindung : 1.297.330,00 Ha (35,21%)
2.    Hutan Konservasi : 447.070,00 Ha (9,86%)
3.    Hutan Produksi Terbatas : 879.270,00 Ha (35,80%)
4.    Hutan Produksi : 1.035.690,00 Ha (13,68%)
5.    Hutan Produksi Konversi : 52.760,00 Ha (5,54%)
Kerusakan hutan terjadi di Sumut menyebabkan terganggunya berbagai fungsi hutan. Pada hutan lindung, kerusakan hutan mencapai 207.575 Ha, Hutan Konservasi 32.500 Ha, Hutan Bakau 54.220 Ha dan Hutan Produksi? 400.000 Ha. Dibandingkan dengan luas kawasan hutan di Propinsi Sumatera Utara yang berdasarkan Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang Tata Ruang Wilayah Provinsi seluas 3.679.338,48 Ha, maka kerusakan hutan tersebut di atas telah mencapai 18,87 % dari luas kawasan hutan di Propinsi Sumatera Utara. Bahkan berdasarkan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2001, terdapat 2.614.814,33 Ha luas kawasan hutan yang terindikasi sebagai lahan kritis.  Dari luasan tersebut 1.378.897,85 Ha diantaranya memerlukan penanganan yang prioritas, yaitu 137.521,56 Ha merupakan prioritas I, 979.264,59 Ha prioritas II dan 261.065,97 Ha merupakan prioritas III. (Dinas Kehutanan Prov. SU 2008).
    Dampak yang diakibatkan dari aktivitas atau tekanan manusia terhadap hutan telah menganggi keseimbangan daya dukungnya dari sumberdaya hutan. Terdapat banyak jenis hutan yang telah mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya (tegakan dan luasan) akibat dari eksploitasi yang berlebihan (overexploitation) dan over-harvesting serta konversi hutan menjadi hutan produksi atau lahan lainnya seperti perambahan, perkebunan, dan pemukiman. Sedangkan tekanan dari aktivitas manusia terhadap hutan juga datang dari pembebasan lahan kehutanan untuk pembangunan infrastuktur transportasi (jalan, jembatan), telekomunikasi, energi listrik, perluasan lahan pertanian, pencemaran udara dan kebakaran hutan. 

III.    Kebijaksanaan Pemerintah dan Program Pembangunan Lingkungan Hidup di     Sumatera Utara

A.    Kebijakan Pengelolaan Dan Pendanaan Lingkungan
    Kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Sumatera Utara dalam rangka pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup adalah dengan melimpahkan kebijakan kewenangan dalam pengelolan lingkungn hidup. Pelimpahan kewenangan diatur pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara pemerintah pusat, pemerintah propinvinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
    Pengurusan pengelolaan lingkungan hidup setiap kabupaten/kota propinsi Sumatera Utara telah memiliki anggarannya masing-masing yang telah terealisir pada SKPD di masing-masing instansi pengelola lingkungan hidup baik Dinas, Badan maupun Kantor yang ditampung dalam APBD kabupaten/kota masing-masing. Pelimpahan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, Pemerintah Pusat mengucurkan Dana Dekonsentrasi Lingkungan Hidup dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Lingkungan Hidup.
       
B. Agenda Pengelolaan Lingkungan Hidup
    Agenda kebijakan pembangungan yang berkelanjutan dan berwawasan pada lingkungan hidup di Sumatera Utara dilihat dari sudut pandang pengelolaan lingkungan hidup harus diarahkan pada pembangunan yang berfokus pada Ekosistem Daerah Aliran Sungai, Ekosistem Pantai dan Laut serta Ekosistem Perkotaan. Paradigma dalam rencana pemanfaatan sumberdaya optimal, secara terintegrasi dan serbaguna dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah dengan memperhatikan: kepentingan dasar, masalah, peluang dan kendala untuk mencapai pemerataan menyeluruh merangkai kaitan strategis. Adapun unsur-unsur strategis tersebut adalah:
1.    Jaminan kegiatan pembangunan yang aman resiko
2.    Pemanfaatan sumberdaya secara berimbang
3.    Sistem kelembagaan yang kondusif
4.    Sistem perangsang (mekanisme pasar dan institusional
5.    Sistem alokasi sumberdaya
6.    Kesesuaian penerapan teknologi
7.    Orientasi pembangunan wilayah
8.    Sistem penyaringan "unsur – unsur" luar
9.    Kesesuaian kebijaksanaan makro dan mikro
10.    Kesesuaian hubungan internasional
    Dalam hal ini paradigma strategi pembangunan berkelanjutan di Sumaera Utara adalah arah kebijakan yang berguna untuk menetapkan cara meningkatkan kesejahteraan/keharmonisan manusia dan lingkungan, serta teknik mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan, menetapkan kerangka kerja, proses negosiasi dan konsensus dan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan agar terjadi perubahan kualitas lingkungan yang lebih baik dan memecahkan masalah yang saling terkait antara kepentingan ekonomi, lingkungan, sosial dan etika. Dalam mewujudkan perlaksanaan arah kebijakan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan adanya kerjasama antar instansi dan koordinasi antar daerah. Bentuk dari kerjasama tersebut adalah dalam bentuk instrumen kebijakan yang dipilih sesuai dengan isu lingkungan dan arah kebijakan yang ditetapkan yaitu :
1.    Kebijakan yang berkaitan dengan pengaturan (regulatory), terdiri dari zonasi, peraturan, pengendalian, pengawasan, hak-hak atas lahan dan air.
2.    Kebijakan yang berkaitan dengan fiskal, terdiri dari penetapan harga, pajak, subsidi, denda dan hibah.
3.    Kebijakan yang berkaitan dengan investasi publik dan manajemen, terdiri dari bantuan teknis, penelitian, pendidikan dan pelatihan, pengelolaan lahan, instalasi bangunan mekanik, dan infrastruktur.
    Perilaku yang menimbulkan masalah dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup yang mesti menjadi perhatian di Sumatera Utara adalah:
1.    Bentuk perilaku yang serakah, seharusnya bijaksana
2.    Sikap manusia terhadap alam: agresif ingin mendominasi, seharusnya bijaksana menyesuaikan pembangunan dengan alam
3.    Konsumsi yang serakah, seharusnya terbatas
4.    Motivasi kegiatan manusia: mementingkan diri sendiri (selfish), seharusnya mengingat/mementingkan orang lain (altruism).
    Akhirnya dapatlah disimpulkan bahwa pemberdayaan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana masyarakat memiliki kapasitas untuk memanfaatkan akses dan pilihan – pilihan seperti ruang kebudayaan dan spiritual, pengakuan dan validasi pada pengetahuan lokal, pendapatan, kredit, informasi, training, dan partisipasi pada proses pengambilan keputusan.

Kesimpulan
    Dalam perspektif lingkungan, keberhasilan pembangunan suatu daerah atau negara tidak hanya diukurdari besarnya pertumbuhan pada sektor ekonomi dan tercapainya pemerataan, akan tetapi harus dilihat jugan dari kelestarian lingkungan disekitarnya. Kondisi lingkungan hidup di propinsi Sumatera Utara dewasa ini mulai menunjukkan kekhawatiran, hal ini terlihat dari suhu udara dan keberadaan sungai serta sumber air.     Hutan mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlanjutan di bumi ini, baik segi ekologi maupun ekonomi. Terdapat banyak jenis hutan yang telah mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya (tegakan dan luasan) akibat dari eksploitasi yang berlebihan (overexploitation) dan over-harvesting serta konversi hutan menjadi hutan produksi atau lahan lainnya seperti perambahan, perkebunan, dan pemukiman.
    Kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Sumatera Utara dalam rangka pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup adalah dengan melimpahkan kebijakan kewenangan dalam pengelolan lingkungan hidup. Paradigma strategi pembangunan berkelanjutan di Sumaera Utara adalah arah kebijakan yang berguna untuk menetapkan cara meningkatkan kesejahteraan/keharmonisan manusia dan lingkungan, serta teknik mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan, menetapkan kerangka kerja, proses negosiasi dan konsensus dan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan agar terjadi perubahan kualitas lingkungan yang lebih baik dan memecahkan masalah yang saling terkait antara kepentingan ekonomi, lingkungan, sosial dan etika.

Daftar Pustaka:
1.    Jurnal Geografi FIS-UNNES http://journal.unnes.ac.id/index.php/JG/article/view/102/104
2.    Dinas Kehutanan Prov.SU, 2006
3.    http://blh.sumutprov.go.id/silhsu/index3.html dilihat pada hari Jumat, 11 November 2011.