Entri Populer

Kamis, 12 Januari 2012

Ekonomi Regional

 Ekonomi regional adalah sebuah frame work dimana karakter spasial sistem ekonomi dapat dipahami. Kami menemukan cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mengatur distribusi kegiatan ekonomi atas ruang dan untuk mengenali bahwa perubahan distribusi akan memberikan konsekuensi penting bagi individu dan masyarakat (Hoover dan Giarratani, 1999). Pada ekonomi regional atau spasial menyimpulkan tiga pertanyaan, yaitu; apa, dimana, mengapa dan jadi apa?

·      Apa, mengacu pada kegiatan ekonomi, misalnya hasil produksi suatu perusahaan, peternakan, dan tambang serta jenis bisnis meliputi rumah tangga, lembaga swasta dan publik.
·      Dimana, mengacu pada lokasi dari kegiatan ekonomi dilakukan. Hal ini mengacu pada pertanyaan mengenai kedekatan, konsentrasi, dispersi, kesamaan, perbedaan dan pola yang sama dalam hal zona, lingkungan, dan situs.
·      Mengapa dan jadi apa, mengacu pada interprestasi dalam batas-batas yang agak elastis dari kompetensi ekonomi.
Ekonomi daerah merupakan distribusi spasial kegiatan ekonomi di seluruh daerah geografis dalam satu negara. Ekonomi daerah sangat mendukung sebagai pelengkap bidang, misalnya masalah ekonomi yang menjadi isu di sebagian daerah.  Fokus utama pada ekonomi daerah adalah penyebab dan konsekuensi terjadinya pertumbuhan ekonomi regional dan faktor-faktor yang menyebabkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dari daerah lain. Misalnya pertumbuhan ekonomi di Jakarta dan sekitarnya jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah lain, hal ini dikarenakan Jakarta merupakan ibukota negara dan pusat investasi. Namun, ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997/1998 lengsernya pemerintahan orde baru beralih ke masa demokrasi, sistem perekonomian di Jakarta mengalami kelumpuhan total karena situasi politik yang tidak kondusif menyebabkan banyak perusahan-perusahaan yang tidak beroperasi dan banyaknya aksi-aksi demonstrasi serta melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar yang sangat drastis. Situasi demikian tidak terjadi didaerah-daerah lain diluar Jakarta dan Pulau Jawa, Sumatera Utara, misalnya justru malah menikmati krisis tersebut dan berharap krisis akan berlangsung lama. Di daerah Sumatera Utara  terdapat banyak perkebunan kelapa sawit dan karet, maka ketika terjadi krisis dimana nilai rupiah merosot terhadap dollar Amerika dan peluang ini bagi para pengusaha perkebunan seperti mendapat durian runtuh karena produk mereka dijual ke luar negeri (Amerika dan Eropa) mendapatkan keuntungan yang berlimpah karena perbedaan kurs tersebut.
Di Indonesia perekonomian daerah tidak mendapat perhatian penuh dari pemerintah pusat, hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana yang tidak merata disetiap daerah. Pemerintah menganggap bahwa Indonesia adalah Jakarta dan Sekitarnya. Ketidakseimbangan pembangunan ini sebenarnya sudah berlangsung lama ketika masa penjajahan Belanda, dimana pada saat itu pemerintah Belanda membangun pusat-pusat bisnis di Jakarta dan Pulau Jawa. Pembangunan ekonomi yang tidak merata menyebabkan ketidakpuasan dari beberapa wilayah daerah di Indonesia misalnya daerah propinsi Papua, NAD, Kalimantan dan Riau. Daerah-daerah ini merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam yang berlimpah akan tetapi yang mengelolanya bukan masyarakat setempat melainkan pihak lain dan mereka tidak menikmati kekayaan alam yang mereka memiliki. Ironis masyarakat yang tinggal disana justru mengalami kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi.  
            Distribusi pembangunan yang tidak merata menyebabkan jumlah penduduk yang menyebar tidak merata, hampir 70% penduduk Indonesia berada di Jakarta dan Pulau Jawa dan hanya 30% yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Kondisi yang demikian disebabkan sulitnya mencari pekerjaan di daerah asal dan akhirnya masyarakat berbondong-bondong datang ke Jakarta dan Pulau Jawa untuk mencari pekerjaan. Selain mencari pekerjaan masyarakat datang ke Jakarta dan Pulau Jawa juga untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik karena perguruan tinggi yang baik dan modern banyak terdapat di Jakarta dan Pulau Jawa. Pertumbuhan penduduk rata-rata nasional (1990-2000) sebesar 1,4%, dan lama 10 tahun mendatang (2000-2010) mengalami kenaikan hingga 1,49%. Kepadatan penduduk ini didominasi daerah seperti Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami peningkatan hingga 2 kali lipat. Untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta dan Pulau Jawa pemerintah sejak lama telah menjalankan kebijakan transmigarasi yaitu memindahkan penduduk keluar Jakarta dan Pulau Jawa ke daerah-daerah yang masih sedikit jumlah penduduknya misalnya Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua. Namun disisi lain lemahnya distribusi proporsional penduduk dan tekanan populasi yang semakin berat menunjukkan bahwa tidak ada penciptaan yang memadai dari poin aktivitas ekonomi baru serta kualitas yang semakin buruk dari program keluarga berencana.
            Distribusi dan pembangunan ekonomi yang tidak merata juga menyebabkan pendapatan per kapita yang tidak merata. Dan dalam 10 tahun terakhir ini tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal distribusi pendapatan PDRB nasional. Perbandingan antara luas total dan sebagian PDRB terhadap perekonomian nasional menunjukkan bahwa wilayah Indonesia Barat mendominasi dengan luas 31,93% mampu menguasai pangsa pasar sebesar 82,50% dari perekonomian nasional sedangkan wilayah timur dengan luas 68,08% hanya mendapatkan porsi ekonomi sebesar 7,50%. Adanya konsentrasi kegiatan ekonomi yang masih di rakit di Indonesia bagian barat sebesar 81,53% dan perusahaan mampu menyediakan lapangan kerja hingga 82,22%. Akibatnya terjadi pengangguran, kemiskinan, tidak adanya investasi dan pembangunan  diluar pulau jawa. Dalam 7 tahun terakhir tingkat pengangguran mencapai 11,24% pada tahun 2005 dan terus mengalami penurunan, namun pengangguran ini berada di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Maluku. 
            Pada tahun 2001, pemerintah mulai mengadopsi kebijakan pembangunan baru dengan menerapkan otonomi daerah. Tujuan dari kebijakan ini adalah pemerintah pusat memberikan keleluasan bagi pemerintah daerah melalui gubernur untuk mengelola dan mengatur daerahnya masing-masing. Pemerintah pusat hanya bersifat sebagai penanggung jawab. Dengan adanya otonomi daerah ini diharapkan mampu menjawab dan melaksanakan pembangunan didaerahnya, baik itu pembangunan ekonomi, infrastruktur, sarana dan prasarananya serta diharapkan dapat menopang perekonomina nasional.       Akan tetapi kenyataannya, kebijakan otonomi daerah yang telah berjalan selama 9 tahun mengalami kegagalan hal ini terbukti bahwa kesetaraan dalam menjaga perekonomian nasional dan tidak mampu untuk melindungi stabilitas ekonomi dari propinsi yang baru. Wilayah Indonesia bagian barat masih mendominasi perekonomian nasional dalam kisaran hingga 82% dan wilayah bagian Kalimantan dan Maluku-Papu mengalami penurunan setiap tahunnya.
            Dengan kenyataan bahwa Indonedia Timur adalah wilayah yang tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan bagian dari perekonomian nasional, namun berdasarkan HDI (Indeks Pembangunan Manusia) akibat dari akses yang terbatas pada perekonomian nasional memengaruhi rendahnya kualitas manusia, seperti yang berada diwilyah Irian Jaya Barat, Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang memiliki skor IPM terendah kelima selama lebih dari 12 tahun.
            Untuk kedepannya diharapkan pemerintah dapat bertindak lebih adil dalam melakukan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana dengan tidak menomorduakan daerah-daerah diluar Jakarta dan Pulau Jawa. Karena dengan pembangunan ekonomi yang seimbang akan dapat menopang perekonomian nasional, mengurangi jumlah pengangguran, perpindahan penduduk dari desa ke kota.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar